BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Nilai adalah
sesuatu yg berharga, bermutu, menunjukkan kualitas dan berguna bagi manusia dan
berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan dan hal-hal lain yg bersifat
batiniah sebagai pedoman manusia bertingkah laku. Moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna
tatatertib batin atau tata tetrib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah
laku batin dalam hidup. Sedangkan
hukum adalah kaidah yang mengatur kehidupan manusia.
Nilai
itu penting bagi manusia. Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh
individu dan harus diaplikasikan dalam perbuatan. Menilai dapat diartikan
menimbang yakni suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu lainnya yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan keputusan.
Keputusan itu menyatakan apakah sesuatu itu bernilai positif (berguna, baik,
indah) atau sebaliknya bernilai negatif. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan,
mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa atau di
luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang
tidak bisa dipisahkan. Sedangkan antara hukum dan moral terdapat hubungan yang
erat sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa
artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas?). Dengan demikian hukum
tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum
harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus
diganti.
Manusia,
nilai, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Dewasa
ini masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan
nilai, moral, dan hukum antara lain mengenai kejujuran, keadilan, menjilat, dan
perbuatan negatif lainnya, sehingga perlu dikedepankan pendidikan agama dan
moral karena dengan adanya panutan, nilai, bimbingan, dan moral dalam diri
manusia akan sangat menentukan kepribadian individu atau jati diri manusia,
lingkungan sosial dan kehidupan setiap insan. Pendidikan nilai yang mengarah
kepada pembentukan moral yang sesuai dengan norma kebenaran menjadi sesuatu
yang esensial bagi pengembangan manusia yang utuh dalam konteks sosial.
Berdasarkan uraian-uraian di atas
membuat penulis membahas lebih dalam mengenai hubungan atau keterkaitan antara nilai,
moral dan hukum dalam kehidupan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas pada penulisan ini adalah :
1.
Apa
pengertian manusia, nilai, moral, dan hukum ?
2.
Bagaimana
hubungan antara manusia dan nilai ?
3.
Bagaimana
hubungan antara manusia dan moral ?
4.
Bagaiman
hubungan antara manusia dan hukum ?
5.
Bagaiman
hubungan antara nilai, moral dan hukum dalam kehidupan manusia ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memaparkan pengertian manusia,
nilai, moral dan hukum
2. Menjelaskan hubungan antara manusia
dan nilai
3. Menjelaskan hubungan manusia dan
moral
4. Menjelaskan hubungan manusia dan
hokum
5. Menjelaskan hubungan antara nilai,
moral, dan hukum dalam kehidupan manusia.
1.4 Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan penulisan, diharapkan penulisan ini dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Dapat menambah pengetahuan mengenai
manusia, nilai, moral, dan hokum
2. Mengetahui keterkaitan antara nilai,
moral, dan hukum dalam kehidupan manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manusia, Nilai, Moral,
dan Hukum
2.1.1
Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta),
“mens” (Latin), yang
berarti berpikir,
berakal budi atau
makhluk ang berakal
budi (mampu menguasai
makhluk
lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta,
sebuah
gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam
hubungannya dengan
lingkungan, manusia merupakan
suatu oganisme hidup
(living
organism).
Terbentuknya
pribadi seseorang dipengaruhi
oleh lingkungan bahkan
secara ekstrim dapat dikatakan,
setiap orang berasal
dari satu lingkungan,
baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi),
horizontal (geografik, fisik,
sosial), maupun kesejarahan.
Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan
energi, dan oleh karena itu ia menangis,
menuntut agar perbedaan
itu berkurang dan
kehilangan itu
tergantikan. Dari
sana timbul anggapan
dasar bahwa setiap
manusia dianugerahi
kepekaan (sense)
untuk membedakan (sense
of discrimination) dan
keinginan untuk
hidup.
Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan
itu
bersumber dari lingkungan. Manusia
adalah makhluk yang
tidak dapat dengan
segera menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung
kepada individu lain. Ia belajar berjalan,belajar makan,belajar
berpakaian,belajar
membaca,belajar membuat sesuatu dan sebagainya,memerlukan bantuan orang
lain yang lebih dewasa.
Malinowski(1949), salah satu tokoh ilmu Antropologi dari
Polandia menyatakan bahwa
ketergantungan
individu terhadap individu lain dalam kelompoknya dapat terlihat dari
usaha-usaha manusia
dalam memenuhi kebutuhan
biologis dan kebutuhan
sosialnya
yang
dilakukan melalui perantaraan kebudayaan.
Rasa aman secara
khusus tergantung kepada
adanya system perlindungan
dalam
rumah,pakaian dan
peralatan. Perlindungan secara
umum, dalam pengertian
gangguan/kelompok lain
akan lebih mudah
diwujudkan kalau manusia
berkelompok.
Untuk menghasilkan
keamanan dan kenyamanan
hidup berkelompok ini,
diciptakan
aturan-aturan dan kontrol-kontrol social tentang apa yang
boleh dan yang tidak boleh
dilakukan
oleh setiap anggota kelompok. Selain itu ditentukan pula siapa yang berhak
mengatur
kehidupan kelompok untuk tercapainya tujuan bersama.
2.1.2
Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi
manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga
atau berguna bagi kehidupan
manusia.
Sifat-sifat nilai adalah Sebagai berikut :
ü Nilai itu
suatu relitas abstrak
dan ada dalam
kehidupan manusia. Nilai
yang bersifat abstrak tidak
dapat diindra. Hal
yang dapat diamati
hanyalah objek yang
bernilai itu. Misalnya orang
yang memiliki kejujuran.
Kejujuran adalah nilai,
tetapi kita tidak
bisa mengindra kejujuran itu.
ü Nilai memiliki
sifat normative, artinya
nilai mengandung harapan,
cita-cita dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat
ideal das sollen. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai
landasan manusia dalam
bertindak. Misalnya nilai
keadilan. Semua orang berharap
manusia dan mendapatkan
dan berperilaku yang
mencerminkan nilai keadilan.
ü Nilai
berfungsi sebagai daya
dorong dan manusia
adalah pendukung nilai.
Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.
Misalnya nilai ketakwaan.
Adanya nilai ini
menjadikan semua orang
terdorong untuk bisa
mencapai derajat
ketakwaan.
Menurut Cheng(1995): Nilai merupakan
sesuatu yang potensial,dalam arti terdapatnya
hubungan yang
harmonis dan kreatif
,sehingga berfungsi untuk
menyempurnakan manusia
,sedangkan kualitas merupakan
atribut atau sifat
yang seharusnya dimiliki(dalam
Lasyo,1999:1).
Menurut Lasyo(1999:9)sebagai berikut:
Nilai bagi manusia
merupakan landasan atau motivasidalam
segala tingkah laku atau perbuatannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai
yaitu sesuatu yang
menjadi etika atau
estetika yang menjadi
pedoman dalam berperilaku.
Manusia sebagai makhluk
yang bernilai akan
memaknai nilai dalam
dua konteks,pertama akan memandang
nilai sebagai sesuatu
yang objektif,apabila dia memandang
nilai itu ada
meskipun tanpa ada
yang menilainya,bahkan memandang nilai
telah ada sebelum
adanya manusia sebagai
penilai.Baik dan buruk,benar
dan
salah bukan
hadir karena hasil
persepsi dan penafsiran
manusia,tetapi ada sebagai sesuatu yang
ada dan menuntun
manusia dalam kehidupannya.Pandangan kedua memandang nilai
itu subjektif,artinya nilai
sangat tergantung pada
subjek yang menilainya. Jadi nilai
memang tidak akan
ada dan tidak
akan hadir tanpa
hadirnya penilai. Oleh karena itu nilai melekat dengan subjek penilai.
2.1.3
Pengertian Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat
kebiasaan.Kata mores ini mempunyai sinonim mos,moris,manner mores atau
manners,morals. Dalam bahasa Indonesia,kata moral
berarti akhlak (bahasa
Arab)atau kesusilaan yang mengandung makna
tata tertib batin
atau tata tertib
hati nurani yang
menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.Kata moral ini dalam
bahasa Yunani sama dengan ethos yang
menjadi etika. Secara
etimologis ,etika adalah
ajaran tentang baik buruk,
yang diterima masyarakat
umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya.
Moral secara
ekplisit adalah hal-hal
yang berhubungan dengan
proses sosialisasi individu tanpa
moral manusia tidak
bisa melakukan proses
sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit
karena banyak orang yang mempunyai moral atau
sikap amoral itu
dari sudut pandang
yang sempit.
Moral itu
sifat dasar yang diajarkan di
sekolah-sekolah dan manusia
harus mempunyai moral
jika ia ingin dihormati oleh
sesamanya.
Moral adalah nilai
ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap
moral diukur dari
kebudayaan masyarakat setempat.
Moral adalah
perbuatan/tingkah
laku/ucapan seseorang dalam
ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan
seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut
dan dapat diterima
serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka
orang itu dinilai
mempunyai moral yang
baik, begitu juga sebaliknya.
Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah
tata aturan norma-norma yang bersifat
abstrak yang mengatur
kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan
sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.
2.1.4 Pengertian Hukum
Disamping adat istiadat
tadi ,ada kaidah
yang mengatur kehidupan
manusia yaitu hukum, yang
biasanya dibuat dengan sengaja danmempunyai sanksi yang jelas.Hukum dibuat dengan
tujuan untuk mengatur
kehidupan masyarakat agar
terjadi keserasian diantara warga
masyarakat dan system
social yang dibangun
oleh suatu masyarakat.
Pada masyarakat modern
hukum dibuat oleh
lembaga – lembaga
yang diberikan wewenang oleh rakyat. Keseluruhan kaidah dalam masyarakat
pada intinya adalah mengatur masyarakat agar mengikuti pola
perilaku yang disepakati
oleh system social
dan budaya yang
berlaku pada masyarakat tersebut.
Pola-pola perilaku merupakan
cara-cara masyarakat
bertindak atau berkelakuan
yang sama dan
harus diikuti oleh
semua anggota masyarakat
tersebut.
Setiap tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti
pola-pola perilaku masyarakat
tadi.Pola perilaku berbeda
dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara
bertindak seseorang yang
kemudian diakui dan
mungkin diikuti oleh orang
lain. Pola perilaku
dan norma-norma yang
dilakukan dan dilaksanakan
pada khususnya apabila seseorang
berhubungan dengan orang
lain, dinamakan social organization.
2.2 Hubungan Manusia dengan nilai
Meskipun banyak pakar yang
mengemukakan pengertian nilai,
namun ada yang
telah disepakati dari semua
pengertian itu bahwa
nilai berhubungan dengan
manusia, dan selanjutnya nilai
itu penting. Pengertian nilai yang telah dikemukakan oleh setiap pakar pada dasarnya
adalah upaya dalam
memberikan pengertian secara
holistik terhadap nilai, akan
tetapi setiap orang
tertarik pada bagian
bagian yang “relatif
belum tersentuh” oleh pemikir lain.
Definisi yang mengarah
pada pereduksian nilai
oleh status benda,
terlihat pada pengertian nilai
yang dikemukakan oleh John Dewney yakni, Value Is Object Of Social Interest,
karena ia melihat nilai dari sudut kepentingannya.
Nilai dapat diartikan
sebagai sifat atau
kualitas dari sesuatu
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia
baik lahir maupun
batin. Bagi manusia
nilai dijadikan sebagai landasan, alasan
atau motivasi dalam
bersikap dan bertingkah
laku, baik disadari maupun tidak.
Nilai itu penting
bagi manusia. Apakah
nilai itu dipandang dapat
mendorong manusia karena dianggap
berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar
manusia yaitu terdapat
pada objek, sehingga
nilai lebih dipandang
sebagai kegiatan menilai. Nilai
itu harus jelas,
harus semakin diyakini
oleh individu dan
harus diaplikasikan dalam perbuatan.
Menilai dapat
diartikan menimbang yakni
suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu lainnya yang kemudian
dilanjutkan dengan memberikan
keputusan. Keputusan itu
menyatakan apakah sesuatu itu
bernilai positif (berguna,
baik, indah) atau
sebaliknya bernilai negatif. Hal
ini dihubungkan dengan
unsur-unsur yang ada
pada diri manusia
yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaan.
Nilai memiliki polaritas dan hirarki, antara lain:
Nilai menampilkan diri
dalam aspek positif
dan aspek negatif
yang sesuai polaritas seperti baik dan buruk; keindahan
dan kejelekan.
Nilai tersusun secara hierarkis yaitu hierarki urutan
pentingnya.
Nilai (value) biasanya
digunakan untuk menunjuk
kata benda abstrak
yang dapat
diartikan
sebagai keberhargaan (worth)
atau kebaikan (goodness).
Notonagoro
membagi hierarki nilai pokok yaitu:
Nilai material yaitu sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani
manusia.
Nilai vital yaitu
segala sesuatu yang
berguna bagi manusia
untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
Nilai kerohanian yaitu sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia.
Nilai kerohanian terbagi menjadi empat macam:
Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio
manusia
Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur
perasaan estetis manusia
Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa
manusia
Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia
dengan disertai penghayatan
melalui akal budi dan nuraninya.
Hal-hal yang mempunyai
nilai tidak hanya
sesuatu yang berwujud
(benda material) saja, bahkan
sesuatu yang immaterial
seringkali menjadi nilai
yang sangat tinggi
dan mutlak bagi manusia seperti nilai religius.
Nilai juga berkaitan
dengan cita-cita, keinginan,
harapan, dan segala
sesuatu pertimbangan internal (batiniah) manusia. Dengan demikian nilai
itu tidak konkret dan pada dasarnya bersifat
subyektif. Nilai yang
abstrak dan subyektif
ini perlu lebih dikonkretkan serta
dibentuk menjadi lebih
objektif. Wujud yang
lebih konkret dan objektif dari nilai adalah norma/kaedah.
Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti
penyikut atau siku-siku,
suatu alat perkakas
yang digunakan oleh
tukang kayu.
Dari sinilah kita
dapat mengartikan norma
sebagai pedoman, ukuran,
aturan atau kebiasaan. Jadi
norma ialah sesuatu
yang dipakai untuk
mengatur sesuatu yang
lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai
kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.
Ada beberapa macam norma/kaedah dalam masyarakat, yaitu:
Norma kepercayaan
atau keagamaan
Norma kesusilaan
Norma sopan santun/adab
Norma hokum
Dari norma-norma yang
ada, norma hukum
adalah norma yang
paling kuat karena dapat dipaksakan pelaksanaannya oleh
penguasa (kekuasaan eksternal).
2.3 Hubungan manusia dengan moral
Moral memiliki arti
yang hampir sama dengan etika.
Etika berasal daribahasa
kuno yang berarti ethos
dalam bentuk tunggal
ethos memiliki banyak
artiyaitu tempat tinggal biasa,
padang rumput, kebiasaan,
adat, watak sikap
, dan caraberfiki.
Dalam bentuk jamak ethos (ta etha) yang artinya adat kebiasaan. Moral berasal
dari bahsa latin yaitu mos (jamaknya
mores) yang berarti
adat, cara, dantampat
tinggal. Dengan demikian secara
etismologi kedua kata
tersebut bermaknasama hannya
asal uasul bahasanya yang berbeda
dimana etika dari bahasa yunanisementara moral dari bahasa latin.
Moral yang pengertiaannya sama
dengan etika dalam
makna nilai-nilaidan orma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam
ilmu filsafat moral
banyak unsur yang
dikajisecara kritis, di
landasi rasionalitas manusia seperti
sifat hakiki manusia,
prinsipkebaikan,
pertimbangan etis dalam pengambilan
keputusan terhadap sesuatu
dansebagainya. Moral lebih
kepada sifat aplikatif yaitu berupa nasehat tentang hal-halyang baik.
Ada beberapa unsur dari kaidah moral yaitu :
Hati Nurani Merupakan fenomena moral yang sangat hakiki.
Hati nurani merupakanpenghayatan tentang
baik atau buruk
mengenai perilaku manusia dan
hati nuraniini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu
terkait dalam dengan situasi
kongkret. Dengan hati
nurani manusia akan sanggup merefleksikan dirinya terutama
dalam mengenai dirinya
sendiri atau juga mengenal orang.
Kebebasan dan tanggung jawab.
Kebebasan adalah milik individu yang sangat hakiki dan
manusiawi dankarena manusia pada
dasar nya adal;ah
makhluk bebas. Tetapi
didalam kebebasanitu juga
terbatas karena tidak boleh
bersinggungan dengan kebebasan
orang lain ketika mereka melakukan interaksi.
Jadi, manusia itu
adalah makhluk bebas
yang dibatasi oleh lingkungannya sebagai akibat tidak
mampunya ia untuk hidup sendiri.
2.4 Hubungan Manusia dengan Hukum
Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa
kita tidak mungkin menggambarkan
hidup manusia tanpa
atau di luar
masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan
hukum merupakan pengertian
yang tidak bisa
dipisahkan. Untuk mencapai
ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan
antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan
masyarakatmenjadi teratur akan
tetapi akan mempertegas
lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya. Hukum yang baik
adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam
masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa
dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang
berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada
masyarakat di situ
ada hukumnya). Artinya
bahwa dalam setiap
pembentukan suatu bangunan struktur
sosial yang bernama
masyarakat, maka selalu
akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas
berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai
“semen perekat” tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia
membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal
dengan istilah tatanan sosial (social order)
yang bernama: masyarakat.
Guna membangun dan
mempertahankan tatanan
sosial masyarakat yang
teratur ini, maka
manusia membutuhkan pranata
pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si
pengatur(kekuasaan).
2.5 Hubungan Antara Nilai, Moral dan Hukum dalam Kehidupan
manusia
Dalam kehidupan manusia antara nilai, moral dan hukum adalah
satu keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan. Hubungan antara nilai, moral, dan
hukum akan dipaparkan dibawah ini :
Seperti telah dijelaskan di atas Nilai dan
norma selanjutnya akan berkaitan
dengan moral. Moral
berasal dari bahasa
latin yakni mores kata
jamak dari mos
yang berarti adat
kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia moral diartikan
dengan susila. Sedangkan
moral adalah sesuai dengan
ide-ide yang umum
diterima tentang tindakan
manusia, mana yang
baik dan mana yang wajar. Istilah
moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian
seseorang sangat ditentukan
oleh moralitas yang
dimilikinya. Makna moral yang
terkandung dalam kepribadian
seseorang itu tercermin
dari sikap dan tingkah lakunya.
Bisa dikatakan manusia yang bermoral adalah manusia yang sikap dan tingkah
lakunya sesuai dengan
nilai-nilai dan norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat.
Nilai dan moral
akan muncul ketika
berada pada orang
lain dan ia
akan bergabung dengan nilai lain
seperti agama, hukum,
dan budaya. Nilai
moral terkait dalam tanggung
jawab seseorang.
Selanjut nya Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang
erat sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa
artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas?). Dengan demikian hukum
tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu
kualitas hukum harus
selalu diukur dengan
norma moral, perundang-undangan yang
immoral harus diganti.
Disisi lain moral
juga membutuhkan hukum, sebab
moral tanpa hukum
hanya angan-angan saja
kalau tidak di
undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat.
Meskipun
hubungan hukum dan
moral begitu erat,
namun hukum dan
moral tetap berbeda, sebab dalam
kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau
ada undang-undang yang
immoral, yang berarti
terdapat ketidak cocokan
antara hukum dan
moral. Untuk itu
dalam konteks ketatanegaraan indonesia
dewasa ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan hukum. Kualitas hukum
terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong
dan hampa (Dahlan
Thaib,h.6).
Namun demikian perbedaan
antara hukum dan moral sangat jelas.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
Hukum lebih dikondifikasikan daripada
moralitas, artinya dibukukan
secara sistematis dalam kitab
perundang-undangan. Oleh karena
itu norma hukum
lebih memiliki kepastian dan
objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif
dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan
tentang yang harus dianggap utis dan tidak etis.
Meski moral dan
hukum mengatur tingkah
laku manusia, namun
hukum membatasi diri sebatas
lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
Sanksi yang berkaitan
dengan hukum berbeda
dengan sanksi yang
berkaitan dengan moralitas. Hukum
untuk sebagian besar
dapat dipaksakan,pelanggar akan
terkena hukuman. Tapi norma
etis tidak bisa
dipaksakan, sebab paksaan
hanya menyentuh bagian luar,
sedangkan perbuatan etis
justru berasal dari
dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang
tidak tenang.
Hukum didasarkan atas
kehendak masyarakat dan
akhirnya atas kehendak
negara. Meskipun hukum tidak
langsung berasal dari
negara seperti hukum
adat, namun hukum itu
harus di akui
oleh negara supaya
berlaku sebagai hokum moralitas berdasarkan atas
norma-norma moral yang
melebihi pada individu
dan masyarakat.
Dengan cara demokratis
atau dengan cara
lain masyarakat dapat
mengubah hukum, tapi masyarakat
tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum
dan tidak sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
Dilihat dari dasarnya,
hukum memiliki dasar
yuridis, konsesus dan
hukum alam sedangkan moral
berdasarkan hukum alam.
Dilihat dari otonominya
hukum bersifat heteronom
(datang dari luar
diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri
sendiri).
Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat
dipaksakan,
Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral
berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
Dilihat dari tujuannya,
hukum mengatur kehidupan
manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur
kehidupan manusia sebagai manusia.
Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu
dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan
waktu (1990,119).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Manusia, nilai, moral
dan hukum adalah
suatu hal yang
saling berkaitan dan
saling menunjang.
3.2 Saran
Sebagai warga negara
kita perlu mempelajari,
menghayati dan melaksanakan
dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan
harmoni kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.Makalah
Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum. Diakses pada 11 Desember 2012 pukul 19.30.http://berbagi-tugas.blogspot.com/2012/04/makalah-isbd-manusia-nilai-moral-dan.html
Anonim.2012.
Manusia, Nilai, Moral dan Hukum. Diakses pada 11 Desember 2012 pukul 19.35.http://kelompokduaisbd.blogspot.com/2012/04/bab-5-manusia-nilai-moral-dan-hukum.html
Anonim.2012.
Makalah ISBD. Diakses pada 11 Desember 2012 pukul 19.40.http://ideku.info/makalahku/makalah-isbd-manusia-nilai-moral-dan-hukum/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar